Senin, 09 Januari 2012

askep hiperbilirubin


KONSEP DASAR PENYAKIT HIPERBILIRUBINEMIA


1.      Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan, melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.

Metabolisme Bilirubin         
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi  Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat  serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.





2.      Epidemiologi

a.       Biasa ditemukan pada bayi baru lahir  à  minggu I
b.      Kejadian ikterus  à  60 % bayi cukup bulan & 80 % à kurang bulan
Perhatian utama  à  ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin ­ > 5mg/dl dalam 24 jam.
c.       Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
-         Proses hemolisis darah
-         Infeksi berat

3.      Etiologi
a.       Peningkatan produksi :
-         Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
-         Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
-         Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
-         Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
-         Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
-         Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
-         Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya’pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c.       Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d.      Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e.       Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif




4.      Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).




-         Kulit berwarna kuning sampe jingga
-         Pasien tampak lemah
-         Nafsu makan berkurang
-         Reflek hisap kurang
-         Urine pekat
-         Perut buncit
-         Pembesaran lien dan hati
-         Gangguan neurologic
-         Feses seperti dempul
-         Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
-         Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
-         Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

Sel darah merah
 
Pathway

Neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu
 
PK Anemia
 
                 
Ikatan bilirubinn  dg protein tergangu
 
Bayi Hipoksia, Asidosis
 
Ggn. metabolisme
 
                                                                                                                 





Pemecahan bilirubin berlebih / 
bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin

 


Letargi
 

 


                                        











BBLR
 


 

Reflek hisap bayi menurun
 
                                                                                                                                                                                           







Hepar tidak mampu melakukan konjugasi
 

 


Enzim Glukoronil
Transferase <<
 
                  


 





                                                                                                                                                                                        
 
















Sinar dengan Intensitas tinggi
 
                                                                                                                                                                                          
Kuramg paparan Informasi
 
                             

                                                                                                                                                                                                                                                                                          












Risti cedera
akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
 



Kuramg pengetahuan keluarga
 


Risti kekurangan volume cairan
 

Risiko terjadi gangguan regulasi suhu tubuh
 

Risti cedera
akibat efek samping tindakan fototerapi
 




 













  1. Klasifikasi
a.    Ikterus prehepatik
     Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b.   Ikterus hepatik
     Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c.    Ikterus kolestatik
     Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d.   Ikterus neonatus fisiologi
     Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
e.    Ikterus neonatus patologis
     Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f.       Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus  Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

  1. Manifestasi klinis
-         Kulit berwarna kuning sampe jingga
-         Pasien tampak lemah
-         Nafsu makan berkurang
-         Reflek hisap kurang
-         Urine pekat
-         Perut buncit
-         Pembesaran lien dan hati
-         Gangguan neurologic
-         Feses seperti dempul
-         Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
-         Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
-         Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
-         Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

  1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum lemah, Tanda-tanda tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo/hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan laboratorium.
-         Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
-         Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
-         Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
                                          

-         Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
-         Hitung darah lengkap
      Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
      Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
-         Glukosa
      Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
-         Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis 
-         Meter ikterik transkutan
      Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
-         Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
-         Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
-         Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b.      Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c.       Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.


d.      Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

9.      Terapi
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

10.  Penatalaksanaan
Tindakan umum
a.       Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b.      Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c.       Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a.       Menghilangkan Anemia
b.      Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c.       Meningkatkan Badan Serum Albumin
d.      Menurunkan Serum Bilirubin





Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a.       Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

b.      Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.      Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.      Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.      Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4.      Tes Coombs Positif.
5.      Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6.      Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7.      Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.      Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.      Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.


Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1.      Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.      Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3.      Menghilangkan Serum Bilirubin
4.      Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

11.  Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
-         Pengawasan antenatal yang baik
-         Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
-         Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
-         Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
-         Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
-         Pemberian makanan yang dini.
-         Pencegahan infeksi.

12.  Komplikasi
-         Retardasi mental - Kerusakan neurologist
-         Gangguan pendengaran dan penglihatan
-         Kematian.
-         Kernikterus.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
a.                               Identitas pasien dan keluarga
b.                              Riwayat Keperawatan
1)      Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2)      Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter.
Atau data obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3)      Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5)      Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6)      Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.

Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
1.      Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2.      Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
3.      Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)

4.      Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
5.      Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
6.      Pernafasan
Riwayat asfiksia
7.      Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8.      Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9.      Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.


B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
  2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
  3. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
  4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
  5. Risiko terjadi gangguan  suhu tubuh akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
  6. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.







C. RENCANA KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal dengan
kriteria hasil :
-         Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )
-         Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
-         Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
Mandiri
a.   Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam

b.   Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )

c.   Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d.Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi



a.   Warna kulit  kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.
b.   Kadar bilirubin indirek merupakan  indikator berat ringan joundice yang diderita.
c.   Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.

d.  Kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan menghindari kulit bayi meengelupas atau bersisik.
2
Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan kriteria hasil :
-         Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia

-         Melatih orang tua bayi memandikan, merawat tali pusat dan pijat bayi .
Mandiri
a.  Berikan informasi tentang penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.



b.  Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin ( mis., mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku ) khususnya bila bayi pulang dini.
c.  Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan program tindak lanjut tes serum.
d. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan menyusui.
e.   Kaji situasi keluarga dan system pendukung.berikan orangtua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan teknik dan potensial masalah.
f.   Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada fasilitas laboratorium.


g.  Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut dan intervensi dini. 

a.    Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman, dan menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab dan factor pemberat.


b.   Memungkinkan orangtua mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan mencari evaluasi medis tepat waktu.




c.    Pemahaman orangtua membantu mengembangkan kerja sama mereka bila bila bayi dipulangkan. Informasi membantu orangtua melaksanakan penatalaksanaan dengan aman dan dengan tepat serta mengenali pentingnya aspek program penatalaksanaan.
d.   Membantu ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan supaya orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan informasi.

e.    Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama kehidupan, dimana kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
f.    Tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl, tetapi kadar serum harus diperiksa ulang dalam 12-24 jam untuk mendeteksi kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
g.   Kerusakan neurologis dihubungkan dengan kernikterus meliputi kematian, palsi serebral, retardasi mental, kesulitan sensori, pelambatan bicara, koordinasi buruk, kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail atau warna gigi hijau kekuningan
3
Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan kriteria hasil:
-      Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
-      Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
-      SSP berfungsi  dengan normal
Mandiri
a.Periksa resus darah ABO






a.  Tinjau catatan intrapartum terhadap factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR, prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vaskuler, sirkulasi abnormal, sepsis, atau polisitemia
b.  Perhatikan penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan

c.  Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau asidosis
d. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti dengan sering


e.  Mulai memberikan minum oral awal dengan 4 sampai 6 jam setelah kelahiran, khusus bila bayi diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar Dextrostix, sesuai indikasi.


f.   Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neonates, khususnya pada bayi praterm.








g.  Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, fisiologis, akibat ASI, atau patologis)






h.  Gunakan meter ikterik transkutaneus.

i.    Kaji bayi terhadap kemajuan tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi neurodepresan (mis., letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II meliputi neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau demam). Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi mental





Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
a.   Bilirubin direk dan indirek.











b.   Tes Coombs darah tali pusat direk/indirek





c.   Kekuatan combinasi karbondioksida (CO2)
d.  Jumlah retikulosit dan smear perifer.






e.   Hb/Ht
















f.    Protein serum total


g.   Hitung kapasitas ikatan plasma bilirubin-albumin










h.   Hentikan menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai kebutuhan dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi menyusui


i.     Berikan agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.


a.    Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20%  dari semua kehamilan dan paling umum terjadi pada ibu dengan golongan darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin, menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu melewati plasenta dan bergabung pada SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat atau segera
b.   Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah-otak, memungkinkan ikatan bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam sel itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP

c.    Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan ikterik

d.   Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap albumin.




e.    Stress dingin berpotensi melepaskan asam lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (tidak berikatan)
f.    Keberadaan flora usus yang sesuai untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen; turunkan sirkulasi enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia memerlukan penggunaan simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang bersaing dengan bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.
g.   Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16 mg bilirubin tidak terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup meningkatkan jumlah sirkulasi bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat melewati barier darah otak.





h.   Ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dan kedua dari kehidupan
Ikterik karena ASI biasanya tampak antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya 1%-2% bayi menyusui.
Ikterik patologis tampak dalam 24 jam pertama kehidupan dan lebih mungkin menimbulkan perkembangan kernikterus/ensefalopati bilirubin.
i.     Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik, menghitung warna kulit dalam hubungannya dengan bilirubin serum total.
j.     Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan dengan ikterik patologis) mempunyai afinitas terhadap jaringan ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku berhubungan dengan kernikterus biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan dan jarang terjadi sebelum 36 jam kehidupan.













a.   Bilirubin tampak dalam 2 bentuk: bilirubin direk; yang di konjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase, dan bilirubin indirek, yang di konjugasi dan tampak dalam bentuk bebas dalam darah atau terikat pada albumin. Bayi potensial terhadap kernikterus diprediksi paling baik melalui peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-20 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi praterm atau bayi sakit, adalah bermakna
b.   Hasil positif dari tes Coombs indirek menandakan adanya antibody (Rh-positif atau anti-A atau anti-B) pada darah ibu dan bayi baru lahir; hasil positif tes Coombs indirek menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM pada neonates
c.   Penurunan konsisten dengan hemolisis

d.  Hemolisis berlebihan menyebabkan jumlah retikulosit meningkat. Smear mengidentifikasi SDM abnormal atau imatur



e.   Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar dari 65%) menandakan polisitemia, kemungkinan disebabkan oleh pelambatan pengkleman tali pusat, transfusi maternal-ibu transfuse kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau stress intrauterus kronis pada hipoksia, seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi dengan penurunan sirkulasi plasenta. Hemolisis kelebihan SDM menyebabkan peningkatan kadar bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan 35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14 mg/dl) mungkin dihubungkan dengan hidrops fetalis atau dengan inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam uterus serta menyebabkan hemolisis, edema, dan pucat.
f.    Kadar rendah protein serum (kurang dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g.   Membantu dalam menentukan risiko kernikterus dalam kebutuhan tindakan. Bila nilai bilirubin total dibagi dengan kadar protein total serum kurang dari 3,7 bahaya kernikterus sangat rendah. Namun, resiko cedera tergantung pada derajat prematuritas, adanya hipoksia atau asidosis, dan aturan obat (mis. Sulfonamide, kloramfenikol).



h.   Pendapat bervariasi apakah menghentikan menyusui ASI perlu bila terjadi ikterus. Namun, mencerna formula meningkatkan motilitas. Gastrointestinal dan ekskresi feses dan pigmen empedu, dan kadar bilirubin serum mulai tun dalam 48 jam setelah penghentian menyusui.
i.     Merangsang enzim hepatic untuk meningkatkan bersihan bilirubin


4.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.

Setelah diberikan asuhan keperawatan  cairan tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil:
-      Tugor kulit baik
-      Membran mukosa lembab
-      Intake dan output cairan seimbang
-      Nadi, respirasi dalam batas normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
suhu ( 36,5-37,5 C )
Mandiri
a.   Pantau masukan dan haluan cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
b.   Perhatikan tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).

c.   Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.









d.  Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol.
e.   Pantau turgor kulit


f.    Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi

a.    Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.

b.   Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di pertahankan.)

c.    Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin.
Feces yang encer meningkatkatkan risiko kekurangan volume cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.




d.   Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer sehingga mengurangi risiko bayi kekurangan cairan.
e.    Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.
f.    Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.

5.
Risiko terjadi gangguan  suhu tubuh akibat efek samping fototerapi  berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.

Setelah diberikan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
-      Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )
-      Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
-      Membran mukosa lembab

Mandiri
a.   Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil( mis; suhu aksila). Atur suhu incubator dengan tepat
b.   Monitor  nadi, dan respirasi




c.    Monitor intake dan output



d.  Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan kompres/ axilia
e.   Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan



f.    Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.


a.    Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
b.   Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di waspadai.
c.    Intake yang cukup dan output yang seimbang dengan intake cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
d.   Suhu dalam batas normal  mencegah terjadinya cold/ heat stress

e.    Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga memungkinkan pengambilan tindakan yang cepat ketika terjadi suatu keabnormalan dalam tanda-tanda vital.

f.    Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.



-          

a.    
6
Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar dengan kriteria hasil :
-      Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi
-      Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.
Mandiri
a.    Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit sebelum prosedur
b.   Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung
c.    Jamin ketersediaan alat resusitatif.

d.   Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan di dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau penghangat darah.
e.    Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan darah dan factor Rh darah untuk ditukar.
f.    Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.




g.   Pantau  nadi, warna dan frekuensi pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan pengisapan jika diperlukan.
h.   Catat tanda-tanda atau kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang diambil dan diinjeksikan.

i.     Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )


j.     Kaji bayi terhadap perdarahan bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.


Kolaborasi
a.  Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
-      Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah transfuse




-      Kadar bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam

-      Protein serum total


-      Kalsium dan kalium serum




-      Glukosa





-      Kadar pH serum







b.  Berikan albumin sebelum transfuse bila diindikasikan



c.  Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
-      Kalsium glukonat 5 %




-      Natrium bikarbonat
-      Protamin sulfat

a.    Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I. V dan memudahkan pasase kateter umbilical.
b.   Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur



c.    Untuk memberikan dukungan segera bila perlu
d.   Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan vikositas darah






e.    Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.


f.    Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya meningkatkan kadar bilirubin. Darah yang diberikan heparin selalu baru, tetapi harus dibuang bila tidak digunakan dalam 24 jam.
g.   Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea atau disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.

h.   Membantu mencegah kesalahan dalam penggantian cairan. Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg BB. Volume ganda tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 % dan 90 % sirkulasi SDM digantikan.
i.     Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar.




j.     Penginfusan darah yang diberi heparin mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah transfuse tukar dan dapat mengakibatkan perdarahan.




-       Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan dapat mendahului pertukaran penuh. Penurunan kadar setelah transfusi menadakan kebutuhan terhadap transfuse kedua.
-       Kadar bilirubin dapat menurun sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan cepat setelahnya, memerlukan pengulangan transfuse.
-       Mengalikan kadar dengan 3,7 menetukan derajat peningkatan bilirubin yang memerlukan transfuse tukar
-       Darah mengandung sitrat sebagai anti koagulan yang mengikat kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium serum. Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan kalium, menciptakan risiko hiperkalemia dan henti jantung.
-       Kadar glukosa rendah mungkin dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor. Tindakan segera perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan SSP.
-       pH serum dari darah donor secara khas 6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi jika darah segar tidak digunakan dan hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau bila darah donor melanjutkan glikolisis anaerobik dengan produksi asam metabolit.

Meskipun masih kontroversial, pemberian albumin dapat meningkatkan ketersediaan albumin untuk berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar bilirubin serum sikulasi yang bebas.


-       Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.
-       Memperbaiki asidosis
-       Mengimbangi efek-efek antikoagulan dari darah yang diberi heparin.



D.    EVALUASI
Dx. 1 Integritas kulit kembali baik / normal,
-      Kadar bilirubin dalam batas normal
-      Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang
-      Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama
Dx. 2 Pengetahuan keluarga bertambah,
-      Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
-      Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat
Dx. 3 Kadar bilirubin menurun,
-      Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
-      Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
-      Bebas dari keterlibatan SSP
Dx. 4 Cairan tubuh neonatus adekuat,
-      Tugor kulit baik
-      Membran mukosa lembab
-      Intake dan output cairan seimbang
-      Nadi, rspirasi dalam batas normal.
Dx. 5 Tidak terjadi gangguan suhu tubuh,
-      Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C )
-      Nadi dan respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
-      Membran mukosa lembab
Dx. 6 Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,
-      Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi
-      Menunjukkan penurunan kadar bilirubin serum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar